author-pic

Ferry S

An ISTJ, Type 5, Engineer, Gamer, and Thriller-Movies-Lover
Antara Aku dan Sepakbola
Sun. Jul 18th, 2021 05:38 AM7 mins read
Antara Aku dan Sepakbola
Source: Free Vector Search Engine - Free download of Soccer Ball Black Outline Sport Football

Gara-gara euro 2020 kemarin gw jadi sering begadang nonton bola lagi. Padahal beberapa tahun terakhir gw udah hampir ga pernah nonton live sepakbola. Apalagi sejak pandemi liga sempat ga jalan. Akhir-akhir ini gw hanya ngikutin berita sepakbola dari Bleacher Report di Facebook. Sejak lulus kuliah gw udah jarang nonton live di tv, paling hanya nontonin highlight nya doang di Youtube. Kecuali laga-laga bergengsi seperti euro kemarin, piala dunia, final liga champions, atau kadang saat Semen Padang main. Itu juga kalau gw lagi mood.

Ngomongin sepakbola, gw mulai mengenal sepakbola waktu kelas 1 SD, saat gw dikasih baju Manchester United nomor 7 dengan nama Beckham. Tapi gw ga langsung suka, karena emang ga ngerti sama sekali. Waktu itu tiap ditanya siapa pemain favorit gw, gw jawabnya Beckham karena hanya itu pemain bola yang gw tau selain Ronaldo Brazil. Gw mulai tertarik sama sepakbola sejak kakak gw beli PS pas kelas 3 SD, gw mulai belajar main Winning Eleven. Dari situ gw dapat pengetahuan sedikit demi sedikit tentang sepakbola. Saat itu gw masih sebatas suka main bola di PS aja.

Waktu kelas 4 atau 5 SD, di tongkrongan gw sedang bahas sepakbola, Tiger cup 2004. Pertandingannya disiarin di TV7, dan rumah gw saat itu ga dapat TV7, jadi gw ga ngikutin, hanya jadi pendengar doang. Gw hanya dengerin cerita-cerita mereka tentang Boas, Ilham, dan Ellie yang waktu itu jadi trio maut. Pasca Tiger cup, mereka selalu ngobrolin liga inggris (yang juga disiarin di TV7), liga Italia, dan liga champions. Lagi-lagi gw hanya jadi pendengar yang baik. Kemudian kakak gw mulai sering bawa koran Singgalang dari kantornya ke rumah. Sebenarnya itu koran berita biasa, tapi ada 2 halaman tentang sepakbola, satu untuk sepakbola luar negeri, satunya lagi sepakbola lokal. Dari situ gw mulai baca-baca buat nambah pengetahuan soal sepakbola, biar bisa ikut nimbrung saat nongkrong di sekolah. Lewat koran itu gw juga diajarin sama abang gw cara baca klasemen dan hitung-hitungan poinnya. Semula teman-teman gw pada ga tahu, mereka pikirnya poin itu berdasarkan jumlah gol, trus akhirnya gw ajarin juga teman-teman gw cara baca klasemen dan hitung-hitungan poin. Teman-teman gw selalu nanyain gw tiap ada pertanyaan mengenai klasemen. Perlahan gw mulai ikut ngobrol bareng mereka bahas sepakbola.

Hingga suatu ketika di halaman yang membahas sepakbola lokal ada berita tentang Semen Padang yang akan bermain laga perdana away melawan PSDS Deli Serdang dan PSMS Medan. Gw baru tau kalau di Indonesia juga ada liganya😅. Gw juga baru tau kalau ada tim dari daerah gw bernama Semen Padang. Dari situ gw mulai mengikuti perjalanan Semen Padang di liga Indonesia. Gw mulai mengangkat obrolan tentang liga Indonesia di tongkrongan, meskipun yang lain pada bahas Liga Inggris yang saat itu lagi didominasi Chelsea dibawah Jose Mourinho. Awalnya ga banyak yang menanggapi topik yang gw angkat, apalagi saat itu Semen Padang bukan tim besar kayak Persija atau Persebaya, apalagi kalau dibandingkan dengan obrolan mereka tentang liga inggris, ya jauh. Puncaknya pas Persikota vs Semen Padang disiarkan ANTV, gw senang banget saat itu, karena akhirnya gw bisa liat tim yang selama ini hanya gw ikutin dari koran sekarang live di tv. Gw kabarin ke anak-anak di tongkrongan gw, kalau sore nanti Semen Padang disiarin di tv. Ternyata hampir semua anak-anak tongkrongan gw bolos ngaji dan nonton pertandingan itu, kirain gw doang😁. Kebetulan Semen Padang bermain cukup bagus dan sempat mencetak gol duluan lewat tendangan jarak jauh Stephen Mennoch di babak pertama sebelum disamakan oleh Salim Alaydrus di menit-menit akhir babak kedua. Walaupun kecewa dengan hasilnya, tapi satu poin tandang udah cukup lah. Sejak saat itu teman-teman tongkrongan gw lebih suka ngobrolin sepakbola lokal. Ternyata gw juga bisa jadi agent of change yang mengubah pandangan teman-teman gw dulu😂.

Setelah kejadian itu, gw jadi makin suka sepakbola. Bahkan kita sempat bikin turnamen sepakbola kertas. Gw sering jadi panitianya karena paham tentang klasemen tadi. Turnamen sepakbola kertas itu sempat nge-trend di kelas gw, dan hampir semua anak laki-laki ikut meramaikan. Gw sendiri walaupun ga pernah juara 1, tapi seingat gw pernah juara 2 sebanyak 2 kali😅. Kita mainnya di dalam kelas saat jam istirahat dan bel masuk kelas yang jadi peluit akhirnya. Gw yang ngerancang bentuk turnamennya. Pernah pake system gugur, lalu pake system half competition, dan terakhir gw bikin system full competition kayak liga-liga biasanya. Naas, sistem full kompetisi yang udah gw rancang susah payah harus dibubarkan karena ada anak cewek yang kehilangan uang di tasnya, jadi guru gw saat itu menuduh anak cowok yang main bola kertas yang nyolong. Sampai sekarang masih misteri siapa yang nyolong, setahu gw selama main sepakbola kertas, gw ga pernah liat ada anak lain yang masuk kelas selama istirahat selain anak cowok yang kebetulan ada pertandingan saat itu, dan mereka hanya main doang. Sejak saat itu setiap istirahat, setiap murid ga boleh main di kelas lagi. Alhasil setiap istirahat kita kembali hanya nongkrong ngomongin sepakbola lagi, bedanya kali ini gw udah punya banyak bahan yang bisa diobrolin😁.

Walaupun gw suka sama sepakbola, tapi gw ga fanatik. Gw menyukainya masih sewajarnya aja. Satu-satunya tim favorit gw dari dulu sampai sekarang hanya Semen Padang. Walaupun gw pernah suka sama Real Madrid, Inter Milan atau Manchester United, tapi itu hanya sementara. Menurut gw tim yang bisa kita cintai dengan ikhlas itu hanya tim daerah. Tim-tim luar negeri itu biasanya kita sukai karena prestasinya. Bocil-bocil jaman sekarang yang menyukai Barcelona, Juventus, Manchester City, karena saat ini tim itu yang sering berprestasi. Bocil suka Barcelona rata-rata karena ada Messi, dan Messi saat itu pemain terbaik dunia dan mainnya di Barcelona. Begitu juga dengan fans Ronaldo saat dia di Manchester United atau Real Madrid. Orang jaman dulu suka Manchester United, Liverpool, AC Milan juga karena saat itu itulah tim yang sering berprestasi. Misalkan saat itu Manchester United atau Barcelona bermain di divisi bawah, gw rasa ga mungkin mereka bakal menyukainya. Beda dengan tim daerah, kita mencintainya dengan ikhlas, bermain dimanapun, di divisi apapun pasti akan selalu kita cintai. Saat pertama kali suka, saat itu Semen Padang hanyalah tim papan bawah. Gw mengikuti pemberitaan Semen Padang dari tim papan bawah, tim papan tengah, tim papan atas, bahkan juara, hingga degradasi. Hal yang sulit gw lakukan pada tim luar. Gw dulu suka Real Madrid karena dulu ada David Beckham dan Ronaldo Lima. Gw dulu suka Inter Milan karena saat main PES, gw suka make Adriano yang bawa gw hoki. Gw waktu SMP suka Manchester United karena dulu kagum sama Ole Gunnar Solskjaer yang jadi super sub. Mungkin sama dengan fans klub lokal lainnya. Mereka boleh saja suka dengan tim luar, tapi semua itu pasti karena ada prestasinya. Tapi dengan klub lokal kebanggaannya, mereka pasti akan selalu setia tanpa harus ada prestasi, seperti bonek dengan Persebaya waktu degradasi dulu, atau slemania dengan PSS Sleman di liga 2. Persija atau Persib kalau degradasi, gw juga yakin The Jak dan Viking pasti akan selalu setia.

Gw sendiri ga pernah punya ikatan emosional dengan klub luar. Waktu Real Madrid dibantai Barcelona 3-0 atau saat Manchester United dibantai 6-1 sama Manchester City gw ga pernah ngerasa sedih, marah, kesel, atau sakit hati, gw biasa aja nanggepinnya. Tapi saat Semen Padang kalah gw kesel banget. Pernah suatu kali di ISL 2014, Semen Padang vs Arema di babak 8 besar, striker Semen Padang Osas Saha ditendang pahanya sama kiper Arema Kurnia Meiga saat one on one, dan wasit hanya ngasih goal kick buat Arema. Padahal last man foul itu harusnya kartu merah buat Kurnia Meiga, ini malah ga dianggap pelanggaran sama sekali. Itu gw kesel banget sampai tinju dinding dan tangan gw bengkak dan susah buat makan😥. Hasil akhirnya 2-2 dan Semen Padang ga lolos semifinal. Gw sampai bad mood beberapa hari. Begitu juga saat Semen Padang degradasi tahun 2017, itu gw sampai ga nafsu makan, kayak ga percaya, soalnya di awal musim Semen Padang masih di papan atas.

Untuk timnas juga sama, gw ga punya timnas favorit selain Timnas Indonesia. Orang lain mungkin juga nge-fans sama Italy, Argentina, Jerman, Brazil, atau Belanda. Orang yang dukung Argentina biasanya karena Messi, orang dukung Portugal biasanya juga karena Ronaldo. Tapi kalau gw biasanya jagoan gw tiap kompetisi itu beda-beda tergantung mood🤣. Contohnya kayak world cup 2006 gw dukung Brazil karena ada Ronaldo, euro 2008 dukung Jerman karena ada Klose, world cup 2010 gw ga ngikutin karena persiapan masuk SMA, euro 2012 dukung Italy karena saat itu Balotelli lagi on fire, world cup 2014 dukung Belanda karena van Persie, euro 2016 dukung Portugal karena Ronaldo lagi on fire setelah menang liga champions, world cup 2018 dukung Inggris karena ikut-ikutan Football is coming home yang viral😅, dan kemarin euro 2020 juga dukung Inggris. Dan itu hanya sekedar menjagokan di kompetisi itu, ga lebih. Gw ga sampai nyesek kalau jagoan gw kalah, biasa aja. Beda kalau timnas Indonesia yang kalah, itu nyesek banget. Apalagi saat AFF 2010 lawan Malaysia, itu gw speechless banget, karena ngerasa itu pialanya udah dekat banget. Gw selalu sebisa mungkin nonton timnas live di tv setiap main. Bahkan saat timnas main tandang lawan tim arab, gw tetap nonton live di tv dini hari, meskipun kemungkinan timnas menang itu kecil dan paginya gw harus sekolah.

Pemain favorit gw dulu Beckham, simple karena itu baju bola pertama gw walaupun diejek teman bebek kampungan😂. Tapi selain itu, memang Beckham pemain top kelas dunia. Tendangannya yang melengkung jadi ciri khasnya saat tendangan bebas maupun saat ngasih umpan. Untuk pemain lokal, favorit gw dulu adalah Ilham Jaya Kesuma. Dia dulu jarang dipanggil timnas sama Ivan Kolev meski jadi top skor dan pemain terbaik liga Indonesia. Dia baru dipanggil timnas senior waktu Tiger cup 2004 jaman Peter Withe dan langsung jadi top skor. Secara teknis dia memang kalah dibanding Bambang Pamungkas, Kurniawan, atau Boas Solossa. Tapi keunggulannya bukan di sektor teknis. Dia seperti Filippo Inzaghi atau Christian Gonzales yang nunggu bola dan tap-in untuk mencetak gol. Kata orang nyetak gol tap-in itu gampang, padahal nggak. Tap-in itu ngandelin kecerdasan, bukan teknik, butuh insting gol yang tinggi, positioning yang tepat, timing yang pas dan tendangan yang akurat. Kalau tap-in itu gampang, semua pemain bisa kayak dia harusnya, tapi faktanya nggak semua bisa jadi top skor kayak dia. Duetnya dengan Zaenal Arief di Persita adalah salah satu duet maut lokal yang pernah ada, karena jarang banget ada tim yang menduetkan pemain lokal sebagai striker utama. Dia ini role model gw dulu waktu main bola, karena gw juga ga punya skill teknis yang mumpuni kalau main bola😅.

Sejak kejadian pahit di ISL 2014 itu gw udah mulai males ngikutin sepakbola lokal, dan kebetulan setelah itu PSSI di-banned FIFA. Walaupun begitu, gw masih nontonin pertandingan Semen Padang kalau lagi tanding, tapi selain itu gw udah mulai ga peduli sama liga lokal. Puncaknya setelah degradasi untuk yang kedua kalinya tahun 2019, gw sempat kepikiran untuk vakum ngikutin liga lokal secara keseluruhan. Apalagi saat itu juga mencuat dugaan pengaturan skor di liga Indonesia, gw benar-benar kecewa. Gw juga udah ga terlalu ngikutin timnas lagi, bahkan gw udah kayak bodo amat lah sama liga lokal. Apalagi saat ini pandemi, liga berhenti total. Mungkin ini waktu yang tepat untuk vakum sejenak dari sepakbola lokal.