author-pic

Ferry S

An ISTJ, Type 5, Engineer, Gamer, and Thriller-Movies-Lover
Fakta Unik Suku Minangkabau
Tue. Apr 18th, 2023 03:00 AM9 mins read
Fakta Unik Suku Minangkabau
Source: Siti Nurbaya Movie - Datuak Maringgih

Tadinya gw udah sempat publish tulisan ini dengan judul “Orang Minang vs Orang Padang” dan “Serba Serbi Minangkabau”. Tapi setelah di-publish gw ngerasa kurang menarik dengan tulisannya dan kepikiran buat nambahin beberapa fakta unik tentang Orang Minangkabau😅. Akhirnya gw putuskan untuk unpublished dan mengganti judul serta memodifkasi tulisannya sebelum gw publish ulang. Jadinya yang gw bahas di sini adalah fakta-fakta unik tentang orang suku Minangkabau yang jarang diketahui oleh orang di luar Minangkabau. Maka jadilah tulisan ini😊.

Ketika merantau, orang Minangkabau seringkali mengaku orang Padang meskipun bukan dari Kota Padang. Kota Padang sendiri adalah ibukota provinsi Sumatera Barat. Minangkabau itu merujuk ke suku. Bisa jadi dia lahir dan besar di luar Sumatera Barat, tapi dia suku asli Minangkabau. Sedangkan Padang itu merujuk ke kota, bisa jadi orang tersebut bukan asli Minangkabau, tapi dia lahir dan besar di Kota Padang. Gw sendiri adalah orang Minangkabau asli Kota Solok. Gw dulu termasuk yang latah dengan hal seperti itu saat pertama kali merantau. Gw memperkenalkan diri gw saat kuliah sebagai “Orang Padang”, padahal ga ada darah Padang di keluarga gw. Teman-teman gw yang lain pun melakukan hal yang sama, jadi gw ikut-ikutan.

Di kosan sewaktu kuliah dulu gw lebih dikenal sebagai “Ferry Padang” karena ada 3 orang bernama “Ferry” di kosan. Makanya masing-masing dipanggil dengan sebutan “Ferry Padang”, “Ferry Ciamis” dan “Ferry Madura” sesuai daerah asal masing-masing. Hingga akhirnya gw baca di salah satu blog yang juga menceritakan keresahan yang sama (gw ga ingat blognya apa😅). Dia menganggap banyak orang yang salah kaprah terhadap status “Orang Padang” dan “Orang Minang” karena perantau itu sendiri males ngejelasin. Menurutnya lebih baik bilang aja asal Sumatera Barat atau Orang Minangkabau. Justru ini saatnya kita memperkenalkan daerah kita ke orang luar, biar orang taunya ga hanya Kota Padang doang, tapi juga ada Solok, Payakumbuh, Batusangkar, Pariaman, Painan, dan lainnya di Sumatera Barat. Sejak itulah, gw mulai memberanikan diri memperkenalkan Solok setiap ada orang yang menanyakan “Orang mana?”.

Sekarang orang-orang di sekitar gw taunya gw asal Solok. Pernah juga pas dikasih tau Solok, orang-orang mikirnya itu “Solo” Jawa Tengah, dikira satu kampung sama Pak Jokowi😅. Bahkan ada juga yang langsung ngajak ngobrol pake bahasa Jawa🤣. Untuk menghindari ambigu sekarang gw bilang aja, “Kota Solok, Sumatera Barat” saat ditanya di awal perkenalan. Kalau dia bingung gw jelasin aja kalau Solok itu tetanggaan sama Padang kayak Jakarta dan Depok gitu. Tapi ada juga yang udah tahu Solok itu di mana. Biasanya itu dari yang sesama Sumatera, atau memang traveller yang pernah jalan-jalan ke sana. Jadi menurut gw lebih baik sebutin aja nama daerah asal kita saat merantau. Sehingga suatu saat masyarakat luas lebih mengenal daerah-daerah yang jarang dikenal.

Di Minangkabau kita ga mengenal istilah “marga”, melainkan Family Clan itu disebutnya “suku”. Jadi, orang Minangkabau kalau kenalan dengan sesama Minangkabau biasanya nanya “kamu sukunya apa?”. Di sini “suku” yang ditanya bukan kayak Batak, Jawa, atau Sunda, melainkan semacam marga. Orang luar mungkin agak ambigu mendengarnya😅. Contoh “suku” di sini seperti Koto, Piliang, Bodi, Chaniago, Sikumbang, Jambak, Guci, dan masih banyak lagi. Implementasinya mirip dengan marga di Batak, yaitu sesama “suku” dilarang menikah. Di Minangkabau nama clan ga wajib dicantumkan di nama belakang seperti suku Batak. Contohnya orang Batak Hotman Paris Hutapea yang bermarga “Hutapea”, atau Luhut Binsar Panjaitan yang bermarga “Panjaitan”. Sedangkan orang Minangkabau seperti penyair Taufiq Ismail tidak ada “Koto” di belakang namanya. Gw juga tidak ada “Sikumbang” di nama lengkap gw. Jadi kita tidak bisa menilai “suku” orang Minangkabau berdasarkan namanya. Tapi ada juga kok orang Minang yang menambahkan “suku” di belakang namanya seperti wartawan bola Hardimen Koto atau pesepakbola Putra Chaniago.

Berbeda dengan sebagian besar budaya di dunia, Minangkabau adalah suku dengan sistem Matrilineal terbesar di dunia. Keturunan digariskan lewat ibu. Contohnya kayak clan di atas, seseorang memiliki clan Sikumbang berarti karena ibunya juga Sikumbang. Segala bentuk pewarisan berdasarkan sistem Matrilineal. Berbeda dengan Batak yang Patriarki. Jika di kebudayaan lain umumnya ketika baru menikah dan belum memiliki rumah, pengantin baru akan tinggal di rumah orang tua si pria, sedangkan di Minangkabau mereka akan tinggal di rumah orang tua si wanita. Karena sistem Matrilineal inilah wanita juga punya pengaruh di dalam keluarga. Walaupun begitu, laki-laki tetap memegang peran penting seperti menjadi pemimpin suku, pemimpin keluarga besar, mengurus perkara adat, dan lainnya. Meski mayoritas orang Minangkabau lebih dekat dengan keluarga ibu, bukan berarti hubungan dengan keluarga dari garis keturunan ayah terputus. Karena hubungan dengan pihak ayah, yang disebut “Bako” masih sering dilibatkan. Seperti acara Akikah, Pernikahan, Lahiran, Lebaran, hingga Kematian.

Ini berkaitan dengan sistem Matrilineal di atas, di mana harta warisan diwariskan ke anak perempuan. Yang mungkin tidak banyak orang ketahui adalah yang diwariskan itu tidak semuanya ke anak perempuan. Jadi harta warisan itu dibedakan jadi 2 jenis, yaitu Harta Jariyah (Harta Pusaka Rendah) dan Harta Pusaka (Harta Pusaka Tinggi). Harta Jariyah adalah harta pencarian orang tua yang dirintis mandiri, contohnya orang tua mereka bekerja jadi direktur sebuah perusahaan. Nah penghasilan dari pekerjaan itu disebut Harta Jariyah. Harta ini tidak diwariskan ke anak perempuan saja, namun diwariskan secara Islam. Sedangkan Harta Pusaka adalah harta yang “dititipkan” dari nenek moyang, contohnya nenek moyangnya memiliki tanah yang “dititipkan” ke ibunya. Tanah inilah yang “dititipkan” ke anak perempuannya. Disebut “dititipkan” karena sebenarnya tanah ini tidak benar-benar diwariskan ke anak perempuan, tapi tugasnya hanya mengelola. Contohnya tanah tersebut berupa sawah, maka sawah itu dikelola oleh anak perempuan tapi hasilnya dibagi bersama. Jadi secara implementasi tanah itu masih milik bersama. Analoginya, seperti sebuah perusahaan sudah pasti ada satu orang yang ditunjuk jadi CEO untuk mengelola perusahaan dan yang lainnya jadi pemegang saham. Saat perusahaannya untung, tentu CEO bakal bagi-bagi dividen ke pemegang saham lainnya. Makanya walaupun Harta Pusaka dikelola oleh perempuan, mereka tidak berhak menjual seenaknya. Kalaupun mau menjual tanah, itu harus lewat mekanisme rapat adat yang disetujui bersama. Sama seperti CEO perusahaan, mereka ga bisa seenaknya mengambil keputusan besar tanpa RUPS. Makanya jual-beli tanah pusaka di Minangkabau itu cukup ribet karena harus lewat mekanisme yang rumit, contohnya pembebasan lahan jalan tol Sumatera Barat yang lama banget kelarnya. Berbeda dengan Harta Jariyah yang begitu selesai diwariskan, ahli waris bebas menjualnya. Dan yang membedakan lagi, Harta Pusaka itu dibagikan saat anak perempuan dinilai sudah dewasa, bukan seperti Harta Jariyah yang diwariskan saat orang tua meninggal. Secara definisi, ini berbeda dengan “warisan” dalam Islam yang diwariskan saat orang tua meninggal. Walaupun kadang ada juga yang membagikannya telat saat orang tuanya udah tua, punya cucu, atau bahkan saat udah keburu meninggal. Masing-masing keluarga kadang punya pertimbangan sendiri kapan Harta Pusaka ini dibagikan.

Meskipun menganut sistem Matrilineal, yang menjadi pemimpin di suatu keluarga besar bukanlah ibu atau nenek, juga bukan ayah atau kakek. Melainkan paman dari pihak ibu yang disebut Mamak. Mamak merupakan saudara laki-laki dari pihak ibu yang bertanggung jawab memimpin dan disegani dalam suatu keluarga besar. Ketika terjadi rapat keluarga atau acara adat, paman-paman inilah yang terlibat sebagai decision makernya, seperti pernikahan, pewarisan gelar, harta pusaka, dan keputusan penting lainnya. Mamak tidak hanya dari saudara kandung pihak ibu saja, bisa juga dari sepupu pihak ibu karena Mamak adalah perwakilan dari keluarga besar pihak ibu, bukan keluarga kecil saja. Mamak juga bertugas untuk membimbing keponakan dari pihak saudara perempuannya dalam bidang perilaku, adat, dan kehidupan sehari-hari. Terutama untuk keponakan laki-laki, karena kelak ketika dia dewasa, dia juga nantinya akan jadi seorang Mamak yang akan memimpin keluarga besarnya.

Gw pernah dengar cerita salah satu dosen gw dari Jawa yang bangga dihadiahi gelar oleh keluarga istrinya setelah menikahi wanita Minangkabau. Padahal itu sebenarnya suatu yang lazim, bukan prestasi😅. Itu ga lebih dari sekedar pengganti nama panggilan saja. Jadi Minangkabau memiliki filsafat “Kecil dipanggil nama, dewasa dipanggil gelar”. Saat seorang lelaki telah menikah, maka secara adat dia tidak dipanggil lagi berdasarkan namanya, tapi yang dipanggil adalah gelar yang diberikan oleh pihak keluarga istrinya. Walaupun implementasinya di jaman sekarang memudar dan tetap dipanggil nama, tapi secara adat seharusnya dipanggil gelar. Selain gelar setelah menikah, ada juga gelar Datuk. Nah, inilah gelar yang paling bergengsi. Gelar ini ga hanya sekedar pengganti nama panggilan, tapi juga sebagai gelar kepemimpinan. Seseorang yang diberi gelar Datuk adalah seseorang yang dilantik secara adat karena memenuhi kriteria untuk memimpin suatu clan. Dialah yang menjadi decision maker untuk suatu kaum dan disegani orang-orang. Gelar Datuk ini diwariskan ke keponakan laki-laki dari garis saudara perempuan. Jadi ketika seorang Datuk meninggal, gelar kepemimpinan tidak jatuh ke anak kandungnya karena menganut sistem Matrilineal tadi. Anak dari Datuk tersebut sudah pasti memiliki “suku” yang berbeda dengan ayahnya, melainkan mewarisi “suku” dari ibunya. Sehingga ia tidak bisa memimpin clan yang dulunya dipimpin oleh ayahnya. Selain itu ada satu lagi gelar, yaitu gelar Sangsako yang diberikan karena prestasinya terhadap kehidupan sosial masyarakat. Contohnya mantan Kapolri Tito Karnavian yang mendapatkan gelar kehormatan karena berhasil menumpas jaringan teroris di Sumatera Barat selama menjabat.

Proses lamaran di Minangkabau memiliki beberapa tahap dimulai dari pinang-meminang sampai nanti bersanding di pelaminan. Kalau proses lamaran di Betawi, dimulai dengan kedatangan si calon mempelai pria dan keluarganya rame-rame bawa seserahan ke rumah si calon mempelai wanita. Kalau di Minangkabau, yang datang meminang secara adat adalah keluarga laki-laki dari pihak wanita seperti ayah, paman, saudara, atau sepupu laki-laki ke rumah keluarga calon mempelai pria. Sedangkan si wanita dan ibunya ga perlu ikut. Jadi yang berunding di sini adalah utusan laki-laki dari pihak calon mempelai wanita dengan utusan laki-laki dari pihak calon mempelai pria. Merekalah yang menyepakati kapan tunangan, akad nikah, hingga resepsi dilakukan. Bukan kedua mempelai yang menentukan tanggal cantiknya😅. Proses Resepsi diadakan oleh pihak keluarga wanita karena menganut sistem Matrilineal. Pihak keluarga pria juga boleh melakukan resepsi, tapi ga diwajibkan dan dilakukan setelah resepsi dari pihak wanita selesai.

Tiap-tiap daerah juga punya keunikan tersendiri. Contohnya yang gw tahu diantaranya yaitu adat orang Pariaman yang akan meminta “Pitih Japuik” atau “Uang Jemput” kepada pihak keluarga laki-laki mempelai wanita saat mempelai pria dijemput di acara resepsi. Mirip Uang Panai di adat Bugis, tapi ini diberikan dari pihak wanita ke pihak pria. Jadi nanti ada 2 transaksi yang dilakukan, yaitu pihak Pria memberikan mahar ke wanita saat akad nikah, dan pihak wanita memberikan Uang Jemput ke pihak Pria saat dijemput untuk melakukan resepsi adat, jadi kedua mempelai impas😊. Contoh lainnya adalah di Payakumbuh yang memiliki adat “Maisi Sasuduik” atau “Isi Kamar”, yaitu ketika menikah nanti si mempelai wanita akan mengosongkan isi kamarnya, dan akan dibelikan perabotan yang baru oleh mempelai pria, seperti lemari, kasur, beberapa pakaian, dan lain-lain. Sedangkan di Solok beda lagi, ada tradisi “Arak Bako”. Arak artinya Pawai, Bako artinya pihak keluarga ayah mempelai wanita. Jadi, kedua mempelai akan dijemput oleh pihak keluarga ayah si wanita ke rumahnya. Lalu dari situ mereka akan pawai jalan kaki bersama kerabatnya rame-rame menuju rumah orang tua mempelai wanita atau tempat resepsi. Untuk daerah lain gw kurang tahu ada keunikan apa, kebetulan yang paling terkenal keunikannya 3 daerah itu saja.

Salah satu keunikan adat pernikahan di Minangkabau adalah membolehkan pernikahan dengan sepupu yang berasal dari anak saudara laki-laki ibu atau anak saudara perempuan ayah. Ini berbeda dengan beberapa adat di wilayah Indonesia lainnya yang menentang perkawinan sepupu. Walaupun secara biologi ini bisa beresiko melahirkan keturunan yang tidak sempurna, tapi hal ini lumrah di Minangkabau. Implementasinya di masyarakat juga pro-kontra, ada sebagian yang mendukung karena mempererat persaudaraan dan pewarisan harta pusaka tetap terjaga dalam satu keluarga. Ada juga yang menentang dengan alasan agar bisa memperluas tali persaudaraan dengan clan lain, ataupun ditolak dengan alasan biologi.

Pada saat kita membeli Nasi Padang untuk dibungkus porsi nasinya biasanya lebih banyak dibandingkan makan di resto. Tapi ini tidak berlaku di semua resto, hanya beberapa resto saja, terutama resto dengan nama besar. Salah satu contohnya di Nasi Kapau dekat kosan gw dulu, ketika makan di sana nasinya hanya satu sendok centong, sedangkan kalau dibungkus, nasinya dua sendok. Makanya anak kos Minang yang membeli Nasi Padang di perantauan yang tau trik ini pada malas makan di tempat. Gw sempat googling ada 2 versi alasannya. Pertama katanya biar ga repot, karena kalau makan di resto berarti si pelayan resto harus melayaninya untuk merapikan meja, menyiapkan piring, memberi air putih atau teh tawar, menyediakan tisu, mencuci piring, dan lain-lain. Sedangkan kalau dibungkus modalnya kertas nasi doang, jauh lebih hemat. Makanya yang makan di resto porsinya dikurangi sebagai pengganti biaya layanan. Alasan yang sangat logis dan mencerminkan karakter orang Minangkabau🤣. Alasan lainnya katanya jaman penjajahan dulu pribumi ga boleh makan di resto, hanya bule doang yang boleh makan di sana. Karena kasihan, si penjual Nasi Padang akan memberikan porsi lebih ke pribumi biar bisa dimakan di rumah bareng keluarganya. Dan kebiasaan itu berlanjut hingga saat ini. Katanya sih begitu, alasan mana yang benar gw ga tahu karena bukan penjual Nasi Padang. Tapi yang paling masuk akal sih alasan pertama😂.

Walaupun Minangkabau identik dengan kerbau dan menjadi ikon, tapi kerbau bukanlah hewan yang disegani di sini. Malah kerbau itu dibikin rendang atau dendeng🤤. Harimau diyakini sebagai hewan paling kuat dan dihormati oleh orang-orang terdahulu. Konon katanya jaman dulu yang dipelihara untuk menjaga rumah atau kebun bukanlah anjing, melainkan harimau. Mereka meyakini durian yang jatuh di malam hari ga boleh diambil, karena itu jatah harimau. Harimau sering dijadikan inspirasi seperti dalam silat ada beberapa gerakan yang terinspirasi dari gerakan harimau. Di dalam silat juga ada menggunakan pisau kecil yang disebut Karambit yang biasa ditemui di beberapa game. Itu adalah senjata tradisional asli Minangkabau. Itu juga terinspirasi dari kuku harimau yang kecil, pendek, bengkok, tapi tajam. Bahkan Karambit jadi senjata yang digunakan oleh tentara SWAT di USA untuk close combat karena lebih praktis, gampang dibawa dan ringan dibandingkan pisau atau sangkur. Harimau juga kadang disebut Inyiak/Rimau yang dipercayai sebagai nenek moyang jaman dahulu yang telah meninggal dan mengabdikan dirinya untuk menjaga cucunya dalam wujud siluman harimau. Menurut kepercayaan masyarakat, beberapa orang memelihara Inyiak/Rimau untuk menjaga rumahnya dari serangan jahat secara ghaib👻. Biasanya di Rumah Gadang yang udah tua diyakini dijaga oleh Inyiak. Gw sendiri waktu kecil pernah malam-malam mendengar suara binatang berjalan di atap dapur nenek gw. Karena atap dapurnya transparan, gw melihat hewan seperti kucing tapi berukuran cukup besar. Kata tante gw itu Rimau. Waktu itu gw masih kecil, jadi ga terlalu paham.

Itulah serba-serbi Minangkabau yang jarang diketahui oleh orang di luar Minangkabau menurut pengamatan gw pribadi berdasarkan kondisi sekitar yang gw rasakan. Biar bisa menambah wawasan pembaca tentang suku ini dan ga salah kaprah lagi. Sebenarnya ada beberapa hal lainnya yang ingin gw bagi. Tapi tulisan ini udah cukup panjang dan beberapa poin yang ingin gw tulis masih belum lengkap isinya. Mungkin nanti lanjut part 2 kalau rame, eh kalau ada waktu🤭.