author-pic

Ferry S

An ISTJ, Type 5, Engineer, Gamer, and Thriller-Movies-Lover
Fakta Unik Minangkabau, Part II
Sat. Jan 27th, 2024 10:18 PM8 mins read
Fakta Unik Minangkabau, Part II
Source: Flickr @Nengnoy - Rendang

Setelah sebelumnya gw udah publish tulisan tentang fakta-fakta unik Minangkabau Part I, sekarang kita lanjut part II😎. Sebenarnya waktu itu ada lebih dari 10 yang kepikiran, tapi setelah gw kurasi, jadinya gw ambil 10 aja yang gw rasa paling unik. Sisanya gw keluarin dari list karena waktu itu gw ngerasa kandungan paragrafnya kurang kuat. Mau genapin jadi 20 pun belum cukup, nanggung banget kalau cuma belasan😅. Sekarang kebetulan gw udah kepikiran beberapa fakta unik tambahan. Jadi kali ini gw akan membahas fakta unik Minangkabau lainnya yang mungkin jarang diketahui oleh orang di luar Minangkabau.

Secara definisi, Randang artinya adalah memasak daging pakai santan kelapa dengan durasi yang lama sampai santannya kering menghitam. Cairan kuah Rendang yang autentik itu sangat minimal dengan butiran santan yang sudah menghitam. Jadi, Rendang autentik itu warnanya hitam, bukan coklat. Proses masaknya bisa seharian berjam-jam. Rendang dapat bertahan berminggu-minggu tanpa basi, tanpa pengawet buatan, dan tanpa dimasukkan ke kulkas. Makanya Rendang ini cocok sebagai makanan para perantau Minang yang dibawa dari kampungnya ke perantauan. Beberapa masakan daging sapi yang sering ditemui di luar Minangkabau yang dianggap Rendang sebenarnya belum tentu itu Rendang. Kalau warnanya masih coklat, hanya daging yang dimasak bersama santan dan kuahnya masih kental, itu namanya Kalio. Itu varian masakan khas Minangkabau lainnya selain Rendang. Jadi jangan sampai terkecoh ya😀. Ada beberapa resto Nasi Padang di Jakarta yang menjual Rendang, tapi tidak memasaknya seperti Rendang autentik. Hanya setengah Rendang setengah Kalio. Tapi sebenarnya itu dapat dimaklumi, karena untuk masak Rendang autentik itu butuh waktu yang lama, sementara resto Nasi Padang harus buka lebih awal untuk melayani pelanggan, jadinya mereka ga punya cukup waktu. Keluarga gw termasuk keluarga konservatif yang melestarikan masakan Rendang. Proses memasaknya harus benar-benar sesuai ketentuan, seperti menggunakan kayu bakar, pakai kuali besar dengan api yang juga besar, dan tentunya harus dimasak diaduk-aduk berjam-jam sampai kuahnya mulai mengering dan santannya menghitam, kalau kuahnya masih kental bakal diomelin ntar😅. Meskipun jadi makanan khas Minangkabau, bukan berarti orang Minangkabau memakannya setiap hari. Bisa naik kolesterolnya ntar😅. Di Minangkabau, Rendang itu masakan spesial yang dimasak di hari yang spesial, seperti Idul Fitri, Idul Adha, acara pernikahan, upacara adat, atau persiapan merantau untuk perantau yang perjalanannya jauh karena Rendang itu tahan lama.

Sambalado adalah sambal khas Minangkabau yang menjadi penyedap hampir segala jenis makanan. Berbeda dengan Saos Sambal yang terbuat dari tomat, Sambalado ini terbuat dari Lado, yaitu cabe keriting yang digiling, sehingga Sambalado lebih pedas dibanding Saos Sambal biasa. Gw termasuk orang yang suka makan pakai Sambalado, tapi yang original karena ada juga beberapa varian yang Sambaladonya ditambah-tambahin bumbu lain yang kurang cocok di lidah gw. Apapun makanannya, sambalnya pasti Sambalado, terutama jenis makanan yang digoreng. Di area Minangkabau kalau memesan makanan yang digoreng, pasti akan digoreng menggunakan Sambalado, seperti goreng ayam, goreng ikan, goreng jengkol, goreng telur bulat, goreng terong, dan lainnya. Makan tanpa Sambalado dirasa kurang sedap. Itu udah jadi stereotype bagi orang Minangkabau itu sendiri bahwa semua orang Minangkabau pasti suka Sambalado. Bila ada orang Minangkabau yang ga suka Sambalado maka akan diledek dan dianggap aib. Pernah suatu kali gw makannya pakai telor ceplok aja, trus ada tamu datang dan liat gw makan tanpa Sambalado, gw langsung di-judge ga suka Sambalado😒.

Orang Minangkabau memiliki kebiasaan merantau ke luar daerah Minangkabau dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gw sendiri termasuk pelakunya yang saat ini sedang merantau merintis karir di Jakarta☺️. Ini juga jadi stereotype bahwa orang Minangkabau itu suka merantau. Ini jadi kebanggaan tersendiri bagi sebuah keluarga jika ada salah satu anaknya merantau jauh. Biasanya ketika orang tua lagi kumpul-kumpul bersama temannya atau di dalam sebuah acara, mereka sering menceritakan anaknya yang sedang merantau. Merantau sudah jadi tradisi orang Minangkabau sejak jaman dulu kala, terutama bagi laki-laki. Semua ini dilatar-belakangi dari kondisi kedudukan laki-laki di Minangkabau yang dididik untuk bisa sukses secara mandiri karena mereka ga ada hak Harta Pusaka dari keluarganya. Jadi jika keluarganya berasal dari kalangan menengah ke bawah, mereka harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, salah satunya dengan cara merantau.

Orang Minangkabau ketika merantau tidak hanya sekadar pindah pemukiman, tapi juga berbaur dengan masyarakat dan menjadi bagian penting dari masyarakat tersebut. Mereka juga mengabdi dan bahkan menjadi tokoh di perantauan. Adat Minangkabau memang memutuskan segala sesuatunya lewat musyawarah dan mufakat bersama, sehingga muncul stereotype orang Minangkabau jago bernegosiasi. Tentu saja tidak semua, tapi dari sejarahnya memang begitu. Dulu ada kerajaan dari Jawa datang ke wilayah Minangkabau untuk menguasai Minangkabau, orang Minangkabau berhasil bernegosiasi menawarkan lomba adu kerbau sebagai pengganti perang karena sadar kalau dilawan dengan cara berperang, Minangkabau akan kalah dari segi militer. Untungnya lomba tersebut dimenangkan oleh Minangkabau. Ga heran banyak tokoh Minangkabau menjadi tokoh politik di perantauan. Di Indonesia tentu saja kita mengenal nama Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Agus Salim, dan banyak tokoh besar lainnya. Di Malaysia, Tuanku Abdul Rahman menjadi pemimpin pertama Yang di-Pertuan Agong negara Malaysia, beliau merupakan etnis Minangkabau dari Negeri Sembilan. Di Singapura, Yusof Ishak menjadi presiden pertama Singapura dan Zubir Said menjadi pencipta lagu nasional “Majulah Singapura”. Keduanya juga perantau dan keturunan Minangkabau. Ga hanya di Asia Tenggara, di Mekah pun dulu ada Syaikh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi Rahimahullah yang menjadi Imam Besar Masjidil Haram.

Daerah Sumatera Barat dengan daerah Minangkabau itu berbeda. Sumatera Barat terdiri dari sebagian besar wilayah Minangkabau dan Mentawai. Sedangkan wilayah Minangkabau lebih luas dari provinsi Sumatera Barat, meliputi wilayah Sumatera Barat kecuali Mentawai, lalu wilayah Muko-Muko di Bengkulu, sebagian besar wilayah barat di Riau, wilayah pesisir barat Sumatera Utara, sebagian kecil barat daya Aceh, wilayah Kerinci di Jambi, hingga Negeri Sembilan di Malaysia. Semua ini tak terlepas dari kebiasaan orang Minangkabau yang merantau. Ini juga jadi alasan penyebaran Rendang hingga ke Malaysia. Para perantau Minangkabau mulai merantau ke Malaysia dari abad ke-14 di bawah Kesultanan Malaka dan Johor berbekal Rendang karena dikenal dengan keawetannya. Sebelum akhirnya Kesultanan Johor melemah karena diserang oleh pasukan Bugis dan para perantau Minangkabau terpaksa pindah lalu mendirikan kesultanan sendiri di Seremban, Negeri Sembilan. Sekarang wilayah tersebut tergabung ke dalam wilayah negara Malaysia. Makanya Rendang itu sekarang diklaim oleh 2 negara, Indonesia & Malaysia karena Minangkabau berdiri di kedua negara tersebut.

Secara garis besar, kebudayaan Minangkabau terbagi dari dua subsystem, yaitu Adat Parpatiah nan Sabatang (Perpatih) dan Adat Katumanggungan (Temenggung). Orang Minangkabau bersuku seperti Chaniago, Bodi, atau wilayah Negeri Sembilan, menganut sistem Adat Perpatih. Sedangkan orang Minangkabau bersuku seperti Koto, Piliang, Sikumbang, dan lainnya menganut sistem Adat Katumanggungan. Kedua susbsytem ini memiliki perbedaan dari cara pengambilan keputusan, arsitektur Rumah Gadang, sistem pemerintahan, dan beberapa pandangan. Walaupun berbeda tapi tetap satu. Kedua subsystem itu tetap dapat hidup bersama sebagai kesatuan Minangkabau. Misalkan jika terjadi perdebatan antara kedua belah pihak adat, maka segala sesuatunya tetap diselesaikan lewat musyawarah dan mufakat bersama.

Ini mungkin jarang diketahui oleh orang luar. Masing-masing daerah di Minangkabau punya aksen yang unik. Contohnya orang Pariaman dan sekitarnya yang menyebut huruf “r” menjadi “gh”, seperti orang cadel, contohnya “darah” pengucapannya jadi “daghah”. Di Pariaman juga ada sebutan khusus untuk laki-laki, yaitu “ajo”. Jadi, ga semua laki-laki Minangkabau bisa dipanggil “ajo”, hanya orang Pariaman saja. Umumnya, panggilan laki-laki di Minangkabau itu adalah “uda”. Panggilan “saya” yang paling sopan umumnya adalah “awak”. Sedangkan di Kota Padang dan sekitarnya, panggilan “saya” yang paling sopan adalah menggunakan “ambo”. Selain itu orang Minangkabau sering menggunakan “ko” saat berbicara. Ini cuma kata pelengkap saja yang tidak ada artinya. Misalnya kalimat “gimana sih?”, dalam bahasa Minangkabau umumnya kita ngomongnya “baa ko?” (“baa” artinya “gimana”). Sedangkan di daerah Kabupaten Solok, sebagian menggunakan “go” seperti “baa go?”, dan sebagian lagi menggunakan “gah”, seperti “baa gah?”. Gw sendiri baru mengetahui hal ini saat bersekolah di Kabupaten Solok😅. Lain lagi di Bukittinggi, mereka sering menambahkan “no” saat berbicara, “baa no?”. Ada juga istilah yang hanya digunakan di Kota Solok dan sekitarnya, yaitu “pole” yang artinya “pacar”. Jadi kalau kita mau pacaran, sebutannya “bapole”. Tapi di daerah luar Solok, mereka ga ngerti kata tersebut.

Sama seperti Jawa atau Sunda, Minangkabau juga memiliki bahasa halus dan bahasa kasar. Bedanya mungkin perbandingannya tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda yang hampir setiap kata ada bahasa halus dan kasarnya. Contohnya, “saya” dalam bahasa halus Minangkabau disebut “awak”, atau di sekitaran Padang menggunakan “ambo”, tapi untuk bahasa kasarnya “aden”. Menggunakan “aden” kepada lawan bicara yang lebih tua atau baru dikenal dinilai tidak sopan. Contoh lainnya, “kamu” dalam bahasa Minangkabau kasar menggunakan “waang” untuk laki-laki dan “kau” untuk perempuan. Sedangkan untuk bahasa halusnya sangat spesifik, yaitu memanggil nama untuk yang seumuran, atau menggunakan “uda” atau “abang” untuk laki-laki, “uni” atau “kakak” untuk perempuan, “apak” untuk laki-laki tua, dan “etek” untuk perempuan tua. Kalau perempuan tua seumuran nenek, dipanggilnya “amak”, sedangkan laki-laki tua seumuran kakek dipanggil “angku”. Sebenarnya terdapat 4 aturan dalam berbahasa Minangkabau yang dikenal dengan istilah “Kato nan Ampek”, yaitu “Kato Mandaki”, aturan berbicara dengan orang yang lebih tua, “Kato Mandata”, aturan berbicara dengan orang yang seumuran, “Kato Manurun”, aturan berbicara dengan orang yang lebih muda, dan “Kato Malereang”, aturan berbicara dengan orang yang disegani atau dituakan.

Kebiasaan orang Minangkabau saat bertutur kata adalah dengan ngomong secara tidak langsung, atau menggunakan kata kias seperti analogi, sarkasme, hiperbola, dan berbagai majas lainnya. Terutama dari orang-orang tua, orang yang disegani atau dituakan, atau saat acara-acara formal. Hal ini diatur oleh aturan adat yang disebut “Kato Malereang” (Kata yang miring). Kita dituntut untuk peka mengerti makna dari ucapan tersebut. Misalnya saat disuruh ke pasar, tapi ga ada duit bilangnya: “Nio balayia, tapi pandayuang ndak ado” (mau berlayar, tapi pendayungnya ga ada). Itu artinya dia ingin berangkat, tapi duitnya ga ada. Lawan bicaranya harus peka untuk memberinya tambahan uang agar dia mau berangkat ke pasar. Contoh lainnya saat mendengar ada yang menangis kemudian tangisannya berhenti, bilangnya: “Lah taduah se hujan” (hujannya sudah teduh/reda). Itu artinya dia memberi tanda bahwa tangisan tersebut tiba-tiba berhenti. Atau misalkan saat kondisi seseorang kehilangan kesempatan, bilangnya: “Lah lapeh kijang ka rimbo” (telah lepas kijangnya ke hutan rimba). Itu artinya dia sudah kehilangan kesempatan emasnya untuk mendapatkan sesuatu. Makanya ga heran pencipta lagu, syair, novel, atau puisi dari Minangkabau seperti Taufik Ismail atau Buya Hamka cukup terkenal pada masanya dengan pemilihan kata yang unik karena sudah terbiasa menggunakan aneka pilihan kata. Gw sendiri termasuk orang yang kurang peka memahami majas-majas ini karena cukup banyak jenisnya😅. Tapi tenang saja, penggunaan majas-majas ini ga selalu digunakan pada percakapan sehari-hari, hanya pada kondisi tertentu saja.

Untuk yang satu ini mungkin udah banyak yang tahu bahwa orang Minangkabau itu 99% Islam. Sama seperti wilayah Indonesia lainnya, sebelum Islam masuk agama yang dianut oleh orang Minangkabau adalah Hindu. Setelah Islam masuk, secara perlahan mereka mulai mualaf sedikit demi sedikit hingga para petingginya pun ikut mualaf. Kemudian terbentuklah aturan baru, yaitu “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (Adat mengikuti agama, agama mengikuti kitab Allah). Maksudnya adalah aturan adat harus berlandaskan Islam, dan aturan Islam berlandaskan kitab Al-Quran. Agama Islam pun resmi menjadi agama wajib orang Minangkabau. Mempelajari agama Islam sudah menjadi pelajaran wajib bagi orang Minangkabau sedari kecil.

Minangkabau juga punya symbol bendera, yaitu bendera berwarna Hitam, Merah, dan Kuning yang disebut Marawa. Kombinasi warnanya memang mirip bendera Jerman, tapi itu sama sekali ga ada sangkut pautnya dengan negara Jerman😅. Orientasi benderanya portrait, bukan landscape atau square seperti bendera pada umumnya. Warna tersebut juga digunakan sebagai bendera resmi Kesultanan Negeri Sembilan. Ketiga warna tersebut melambangkan 3 Luhak (sejenis konfederasi, Luhak Tanah Data, Luhak Agam, Luhak Limo Puluah) di Minangkabau, juga melambangkan 3 kepemipinan di Minangkabau (Niniak Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulamo). Bendera ini dipasang pada saat hari-hari penting, seperti pernikahan, upacara adat, acara spesial, hari-hari besar, termasuk hari besar pemerintahan. Jadi, kalau daerah lain saat hari kemerdekaan hanya memasang bendera Merah Putih saja, orang Minangkabau akan memasang bendera Merah Putih beserta Marawa di sampingnya.

Itulah lanjutan dari serba-serbi Minangkabau Part II. Nanti kalau ada yang kepikiran lagi, bakal gw tambahin lagi di sini, atau mungkin di Part III☺️.