author-pic

Ferry S

An ISTJ, Type 5, Engineer, Gamer, and Thriller-Movies-Lover
Tipe Perusahaan/Tempat Kerja Anak IT
Sun. Apr 28th, 2024 05:40 PM5 mins read
Tipe Perusahaan/Tempat Kerja Anak IT
Source: Bing Image Creator - IT Company

Tahun lalu gw udah bahas tentang Profesi Anak IT. Nah, sekarang yg akan gw bahas adalah tipe-tipe perusahaan atau tempat pekerjaannya. Terinspirasi dari curhatan-curhatan anak IT di grup facebook dan banyak yang menanyakan perbedaannya. Banyak juga yang bertanya mengenai kelebihan dan kekurangannya. Jadinya gw coba ulas aja sih berdasarkan pengalaman dan pengamatan gw selama ini. Ada beberapa perusahaan atau tempat kerja anak IT yang umum ditemui.

Outsource artinya kita direkrut dan digaji oleh suatu perusahaan pihak ketiga tapi kita ga bekerja langsung dengan mereka. Melainkan dipinjamkan ke perusahaan lain. Misalnya kita bekerja secara outsource di bawah PT. ABC, perusahaan tersebut memiliki client PT. XYZ dan PT. XXX. Misalkan kita ditugaskan untuk bekerja di PT. XYZ. Maka kita akan bekerja di perusahaan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Tapi yang menggaji kita tetap PT. ABC. Tentu saja gaji yang kita dapatkan lebih kecil daripada kontrak antara PT. ABC dengan PT. XYZ. Misalnya kontrak PT. ABC dengan PT. XYZ untuk menggunakan jasa kita adalah Rp10juta, maka bisa saja gaji kita dari PT. ABC hanya Rp4juta saja. Pekerjaan seperti ini biasanya tergantung kontrak antar perusahaan. Begitu kontrak habis, kita akan ditugaskan ke client lainnya, misalnya ke PT. XXX. Jadi dalam jangka waktu tertentu bisa saja kita akan pindah-pindah kantor. Keuntungan kerja di perusahaan ini adalah kita jadi sering gonta-ganti teknologi atau arsitektur karena biasanya antar client itu teknologi dan arsitekturnya bisa jadi akan beda. Tentu itu akan jadi pengalaman berharga, kita bisa membandingkan langsung perbedaan antar teknologi dan arsitektur beserta contoh kasusnya di dunia nyata😎. Apalagi kalau ditugaskan di client yang merupakan perusahaan besar. Ga enaknya kerja di perusahaan seperti ini adalah kita jadi sering pindah-pindah perusahaan, apalagi buat orang yang susah beradaptasi. Seringnya sih kita ngerasa canggung kerja dengan karyawan tetap di perusahaan client. Biasanya kita seperti di-anak-tirikan dibanding karyawan tetap si client. Akses keluar-masuk gedung kantornya terbatas. Gw pernah kerja di suatu client di mana kecepatan internet untuk anak outsource dibatasi dan banyak situs yang diblokir. Sementara karyawan tetap di perusahaan itu bebas mengakses apapun dengan kecepatan tinggi. Diakalin pakai VPN premium pun ga mempan karena port VPN juga diblokir😓. Meski begitu, tetap saja ini jadi salah satu batu loncatan yang populer untuk yang baru memulai karir di bidang IT.

Offshore adalah mendelegasikan tenaga kerja ke negara lain. Upah tenaga kerja di negara maju cenderung mahal bila dibandingkan di negara berkembang. Misalnya ada perusahaan di Amerika yang sedang mencari tenaga kerja. Tenaga kerja di Amerika gajinya pasti mahal. Sedangkan untuk level dan role yang sama di Indonesia gajinya lebih murah karena pekerjaannya dilakukan di Indonesia. Tapi bagi orang Indonesia, gajinya cukup tinggi karena biasanya gajinya di atas rata-rata perusahaan dalam negeri. Ini dapat mengurangi beban keuangan perusahaan tersebut. Oleh karena itu beberapa perusahaan luar negeri menjalin kerjasama dengan perusahaan di negara berkembang yang tenaga IT-nya bagus, atau mungkin bikin cabang baru di negara berkembang. Secara umum Offshore mirip dengan Outsource. Yang membedakan adalah Offshore dilakukan oleh perusahaan suatu negara dengan client dari luar negeri. Jadi, kita ditugaskan kerja di perusahaan client di luar negeri, dan kerjanya secara remote atau perusahaan tersebut menyediakan tempat kerja khusus di Indonesia. Untuk kelebihan dan kekurangan kemungkinan sama seperti Outsource. Kebetulan gw juga belum pernah kerja di tempat seperti ini, jadi gw kurang tau juga😅. Kalau ada yang punya loker di tempat ini bolehlah dicoba, kali aja cocok😁.

Mirip dengan Outsource, Software House juga bergerak di bidang jasa. Bedanya, bekerja di Software House kita ga bekerja di perusahaan client. Tapi kita mengembangkan produk yang dibutuhkan client tanpa bekerja di tempat mereka. Misalnya kita bekerja di PT. ABC yang memiliki client PT. XYZ yang ingin membuat aplikasi e-commerce. Kita akan mengembangkan aplikasi tersebut di PT. ABC bersama tim kita sendiri, bukan di kantor client. Setelah go-live kita akan mengerjakan projek dari client PT. ABC lainnya tanpa harus pindah-pindah kantor. Status kita di PT. ABC adalah sebagai karyawan tetap dan digaji secara full. Sama seperti Outsource, keunggulan kerja di tempat ini adalah kita bisa nyobain beberapa teknologi dan arsitektur karena beda client biasanya juga beda kasusnya. Bedanya di sini kadang software yang dikembangkan itu ada juga yang dari nol, jadi kadang kita juga diberi kebebasan buat nyobain teknologi yang paling update serta metode yang modern😎. Ga enaknya kerja di sini adalah karena rata-rata projeknya jangka pendek. Jadi kita ga terlalu mengalami masalah semacam maintainability atau scalability. Waktu kerja di tempat seperti ini gw masih belum mengerti manfaat design pattern dan programming principle😓.

Bekerja secara Freelance artinya kita bekerja menawarkan jasa diri sendiri tanpa terikat dengan suatu perusahaan. Secara konsep mirip dengan Software House, akan tetapi kita kerjanya atas nama pribadi. Misalnya PT. ABC ingin membuat aplikasi e-commerce, maka kita bisa menawarkan diri untuk mengerjakan projek tersebut tanpa harus menjadi karyawan dari PT. ABC maupun perusahaan pihak ketiga. Kontrak projeknya 100% untuk diri kita sendiri. Kita sendiri yang nego nentuin harga dengan client. Enaknya kerja sebagai Freelance adalah kita bebas memilih client atau projek mana aja yang ingin kita kerjakan tanpa keharusan seperti kerja di Software House maupun Outsource😎. Ga enaknya kerja Freelance adalah kita harus bersaing dengan Software House untuk mendapatkan client atau projek😓. Secara reputasi tentu biasanya Software House lebih diunggulkan dari Freelance. Kecuali kita punya faktor X yang dapat membuat calon client lebih memilih Freelancer dibanding Software House untuk mengerjakan projeknya. Kerjaannya juga kadang ga menentu, kadang ada kadang nggak. Tapi sekalinya dapat projek nominalnya juga biasanya gede sih.

End User artinya kita bekerja langsung di suatu perusahaan tanpa pihak ketiga. Kita bekerja mengembangkan produk milik perusahaan tersebut. Jadi misalkan kita direkrut oleh PT. ABC, maka kita akan bekerja langsung di bawah PT. ABC sebagai karyawan tetap dan digaji secara full. Kita bisa bekerja untuk jangka panjang tanpa kondisi waktu. Ga harus pindah-pindah kantor atau pindah-pindah projek, kita cenderung bekerja di satu tempat dan satu projek saja. Kalau bosan dengan projek tersebut tinggal resign dan pindah ke perusahaan lain. Keuntungan kerja di perusahaan tipe ini adalah kita ikut bertumbuh mengembangkan produk suatu perusahaan. Dari yang tadinya hanya fitur yang sederhana, berkembang menjadi fitur yang kompleks. Kita mulai mengerti maintainability & scalability. Setelah bekerja di tempat seperti inilah gw mulai memahami pentingnya design pattern dan programming principle. Ga enaknya kerja di tempat ini adalah kita cenderung bekerja menggunakan satu atau dua teknologi saja untuk jangka panjang. Jarang banget terjadi pergantian teknologi kecuali emang benar-benar dibutuhkan. Yang paling ga enaknya adalah ketika harus maintain legacy code😓. Tapi biasanya mendalami suatu teknologi dalam jangka waktu agak lama dapat membuat pengetahuan kita jadi expert terhadap teknologi tersebut😎.

Ini sebenarnya masih termasuk End User Company. Bedanya kalau Startup ini adalah perusahaan End User yang masih baru merintis. Biasanya juga karyawannya masih sedikit. Pengembangan produknya biasanya pesat karena masih baru dan tentunya banyak ide-ide hangat yang ingin diimplementasikan. Pace kerjanya cenderung cepat. Enaknya kerja di Startup adalah biasanya jam kerjanya lebih fleksibel, dan ga terlalu formal. Banyak diisi anak-anak muda yang masih bersemangat untuk membangun produk. Karena masih baru, teknologi dan arsitekturnya umumnya juga lebih modern dibanding perusahaan End User di Corporate😎. Tapi yang ga enaknya di Startup adalah resiko bisnisnya. Karena masih baru, biasanya masih sulit untuk mencari profit. Ga jarang jika gagal mendapatkan profit dalam beberapa tahun maka rentan terjadi PHK seperti yang sering terjadi sekarang ini😓. Yang ga kena PHK pun kena dampaknya dengan pengurangan gaji. Beda dengan corporate yang bisnisnya cenderung lebih stabil dan cadangan kasnya lebih banyak dibandingkan Startup yang masih menyusu kepada investor.

Itulah tipe perusahaan/tempat kerja bidang IT yang umum. Pasti ada enak dan ga enaknya. Yang paling penting adalah sekarang kita udah tahu plus dan minus bekerja di tipe-tipe perusahaan tersebut. Outsource lowongannya emang banyak karena secara koneksi mereka lebih luas dan beberapa dari client mereka hanya perlu tenaga kerja untuk beberapa waktu saja. Offshore akhir-akhir ini mulai rame sejak WFH era Covid-19. Software House juga biasanya banyak buka lowongan karena client besar biasanya lebih memilih bekerja sama dengan Software House dibanding Freelance. Freelance sendiri juga bisa mendapatkan client-client besar kalau reputasinya bagus. Selain itu ada juga beberapa client yang lebih memilih bekerja sama dengan Freelance karena biasanya secara harga Projek buat Freelance ga semahal Software House atau IT Consultant. Lowongan di End User biasanya ga terlalu banyak, mereka akan buka lowongan hanya jika benar-benar dibutuhkan. Begitu juga dengan Startup pada masa Tech Winter ini, mereka sedang selektif banget buka lowongan. Kecuali kalau mereka sedang merencanakan projek besar-besaran atau dapat suntikan dana baru dari investor.